Pada tanggal 4 Mei 2014, Tim Druk Asia Singapura berkunjung ke Bhutan dengan 4 teman (Arlina, Raj, Tom, dan Xavier) untuk merasakan Pendakian Soi Yaksa yang terkenal.
Tentang Soi Yaksa atau Putaran Jomolhari
Pendakian Soi Yaksa dinamai sesuai dengan desa Soi Yaksa, tempat di mana kita akan berkemah pada hari keempat setelah melewati jalan Bonte La sepanjang 4.892 m. Sebenarnya sebuah penyimpangan dari jalur tradisional Jomolhari, memungkinkan pendaki untuk menjelajah bagian barat dari Taman Nasional Jigme Dorji. Pendakian tradisional Jomolhari membawa pendaki dari Paro ke Thimphu, melalui Lingshi, menyebrangi Yelila ke Shodu dan Barshong dan berakhir di dekat Tango Gompa, 12 km dari arah utara Thimphu. Pendakian Soi Yaksa, yang dikenal juga dengan nama Putaran Jomolhari, dimulai dari pemukiman tentara di Sharna melewati jalan Bonte La setinggi 4.892 ke Soi Yaksa lalu berakhir di desa yang sama setelah malam keenam.
Pendakian Jomolhari adalah salah satu dari pendakian populer di Bhutan. Sekitar 848 pendaki mengambil jalur ini di 2013, lebih sedikit dibandingkan pendaki yang mengambil Jalur Druk 4 Hari. Kami memperkirakan jalur tradisional Jomolhari dan Soi Yaksa sama terkenalnya. Pengunjung di 2 trek ini terus bertambah. Di tahun 2011, hanya 745 yang mencoba Pendakian Jomolhari.
Semua pendakian di Bhutan adalah pendakian berkemah. Operator tur seperti Druk Asia menyediakan kemah, kantung tidur, dan berbagai peralatan dan staf kemah untuk mendampingi grup pendaki. Di perjalanan ini, selain pemandu pendakian, kami juga mempunyai staf sebanyak 7 orang. Termasuk di dalamnya pemimpin kemah yang juga ketua koki, dua asisten koki, dua penolong kemah dan dua penggembala kuda dengan 14 kuda.
Staf perkemahan membantu menyiapkan kemah, semua makanan, dan berberes setiap hari. Api unggun sudah dilarang di Bhutan, dan semua tim pendakian harus membawa tabung gas portabel mereka sendiri untuk memasak.
Pendakian Soi Yaksa Dipetakan di Google Earth
Singapura ke Bhutan dan Penyesuaian Iklim untuk Pendakian
Kelompok wisatawan ini menaiki penerbangan Drukair KB501 dari Singapura ke Paro, berangkat pada pukul 06.30 pagi. Sampai di Paro sekitar 10.15 pagi setelah pendaratan yang menyenangkan di antara lembah-lembah sempit di Paro, kelompok ini check-in ke Hotel Olathang, hotel tertua di Paro yang dibangun pada 1974 untuk melayani pejabat tinggi yang menghadiri pemahkotaan Raja Keempat Bhutan, lalu melihat Lhakhang Kyichu dan kota Paro yang memikat hati.
Latihan penyesuaian diri dengan iklim (aklimatisasi) dilakukan dalam bentuk pendakian ke Biara Sarang Macan pada hari berikutnya. Pendakian 4,2 km tersebut membawa wisatawan dari ketinggian 3.000 m di atas laut ke titik pandang pada ketinggian 3.780 m, melihat kuil dari ketinggian 150 m.
Biara Sarang Macan, yang secara lokal dikenal sebagai Taktsang Lhakhang, dibangun pada tahun 1692 mengelilingi sebuah gua tempat Guru Rimpoche yang datang menunggangi seekor macan betina terbang, bermeditasi selama 3 tahun, 3 bulan, 3 hari, dan 3 jam untuk menenangkan iblis yang tinggal di lembah tersebut.
Pendakian menuju Taktsang adalah penilaian yang baik akan kondisi fisik pendaki dan menjadi latihan aklimatisasi sebelum pendakian yang sebenarnya. Pendakian ini akan memberikan kesempatan bagi pemandu untuk menilai kecepatan dan reaksi para pendaki akan rendahnya level oksigen, serta mempererat hubungan dengan para pendaki sebelum pendakian dimulai.
Pendakian Sarang Macan - Biara Taktsang di GPS
Perjalanan ke Markas Jomolhari, Jangothang
Dengan jalan pertanian baru dari pemukiman tentara di Sharna hingga ke dalam pedesaan sejak tahun 2011, pendakian dimulai secara resmi dari Sharna, mengurangi durasi pendakian hingga satu hari per perjalanan. Di berbagai buku panduan, jalur ini masih ditulis sepanjang 22 km. Tim Druk Asia menggunakan smartphone mereka untuk mengukur jarak di GPS dan memetakan jalurnya.
Dari Sharna, jalur ini sekarang hanya berjarak 14,72 km sepanjang Paro Chu hingga tempat perkemahan di Thanthangkha (3614 m). Lerengnya landai, naik sekitar 750 m, jalannya penuh bebatuan yang menyulitkan. Jalan berkelok-kelok melewati hutan beriklim sedang, menyebrangi sungai beberapa kali dengan jembatan semi-permnanen. Tiba di tempat kemah Thangthangkha, area luas yang cukup untuk 6 kelompok, sekitar pukul 4 sore, setelah 7 jam pendakian (termasuk istirahat teh dan istirahat makan siang).
Hari kedua akan membawa pendaki kita ke markas Jomolhari. Kita berada sangat dekat dengan perbatasan Bhutan-Tibet dan nampaknya ada beberapa persimpangan yang dapat membawa kita ke perbatasan Tibet. Maka, penting untuk selalu mengikuti instruksi pemandu Anda dan hindari berjalan ke Dataran Tinggi Tibet. Satu jam dari perkemahan, kita akan melewati pos jaga militer di mana semua pendaki harus dicek. Setelah perkemahan, kita akan meninggalkan barisan pohon dan mulai pendakian di daerah alpine.
Selama pendakian 12,55 km dan kenaikan ketinggian 400 m, kita akan melewati sebuah kota kecil dengan Unit Kesehatan Dasar, sebuah sekolah kecil dengan 24 murid dan sebuah pusat administratif untuk mencapai pusat perkemahan Jomolhari. Dari hanya 2 guru yang mengajar di sekolah terpencil ini, kami tahu mereka harus memohon kepada para orangtua untuk menyekolahkan anak-anak mereka. Biasanya membutuhkan 45 hingga 60 menit untuk berjalan dari rumah mereka. Tidak jauh dari sekolah juga terlihat stasiun relay sinyal seluler di area ini. Hingga saat ini, hanya panggilan suara dan sinyal data GPRS yang ada, untuk panggilan lokal.
Menandakan pusat kemah adalah dinding mani, reruntuhan Dzong Jangothang, dengan Gunung Jomolhari di latar belakang yang kelihatan dekat dengan kita.
Perhentian di Jangothang
Kebanyakan pendaki akan memilih untuk berhenti sehari di Jangothang. Istirahat dan nikmati kedamaian dari gunung-gunung dan jelajahi sedikit area di sekitar kemah. Ini juga dapat membantu Anda beradaptasi dengan iklim karena perjalanan melewati jalan Bonte La dapat menjadi panas sekali.
Pemandangan Gunung Jomolhari dari pusat kemah, ditandai oleh dinding mani dan reruntuhan dzong
Pilihan lain adalah memindahkan tempat kemah ke perhentian sebelum Danau Tshopho. Apabila Anda memilih perhentian ini, Anda akan mengalami kenaikan ketinggian 300 m di sore hari dan tidak harus melakukannya pagi-pagi butan. Berkemah di Danau Tsopho dapat menjadi sangat dingin karena angin banyak bertiup melewati lembah. Namun, pilihan ini mungkin lebih baik. Menaiki ketinggian 300 m lalu melewati jalan Bonte La dapat menjadi terlalu sulit untuk dilakukan di satu sore hari, terlebih jika teman sekelompok Anda sedang tidak sehat.
Jalan Bonte La
Tantangan sebenarnya - Ke Jalan Bonte La dan seterusnya
Hari Ke-4. Pendakian ke jalan Bonte La membawa pendaki melewati danau glasial kembar, yaitu Danau Tshopho. Menurut legenda, ada roh kuat yang masih melindungi danau itu, dan lebih baik tidak menganggunya. Seringkali ada bebek-bebek menikmati ikan di danau ini.
Jika Anda memulai dari pusat kemah Jangothang di pagi hari, pendakian ini akan menjadi pendakian sepanjang 15 km dan ketinggian bertambah 900 m hingga 4892 m di atas laut di Bonte La, diikuti dengan penurunan 500 m melalui lembah berbatu yang membuka jalan ke padang rumput tempat domba biru merumput, lalu 500 m kenaikan yang hampir vertikal ke desa Soi Yaksa, tempat kemah selanjutnya.
Pendakian sebenarnya dimulai setelah istirahat minum teh di antara kedua danau. Dari sini, jalur pendakian sepanjang 4,5 km dengan kenaikan ketinggian 500 m selama 2-3 jam untuk mencapai jalan Bonte La. Iklimnya kering dan tipis, menantang secara fisik maupun mental. Mendaki jalan yang berangin dan tertutup salju pastinya memuaskan bagi jiwa. Jangan lupa membawa bendera doa untuk digantung di titik tertinggi dan biarkan angin membawa doa Anda ke seluruh penjuru dunia.
Xavier berbahagia di puncak (4892 m) jalan Bonte La.
Makanan siap saji akan disajikan, melihat padang rumput penuh damai tempat domba biru merumput dan berlubang karena penggalian mamot Himalaya. Menyebrangi padang rumput, kami melanjutkan perjalanan turun ke tempat kemah, berhati-hati menuruni jalan curam dan sempit menuju kebun apel di Desa Soi Yaksa. Perkemahan akan terletak di lembah rumput yang indah.
Kemah kami di Desa Soi Yaksa pada malam keempat.
Ke Thombu Shong atau Tidak
Pendakian kami seharusnya sampai ke Thombu Shong melewati jalan Takhung La (4.520 m) sepanjang 11 km. Tetapi karena salah satu kelompok kami kelelahan, kami memutuskan untuk melanjutkan, meninggalkan jalan Takhung La. Mungkin lain kali. Perjalanan kembali dari Soi Yaksa menawarkan pemandangan yang sama spektakulernya, lalu kami menyelesaikan pendakian kami di Sharna.
Kelompok 5 pendaki dengan 7 staf perkemahan kami, pemandu, dan sebuah keluarga yang berbagi kemah dengan kami.